Hoax (Berita Bohong) Adalah Kejahatan Demokrasi

By Admin


nusakini.com-Jakarta – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Lembaga Penggiat Pemilu dalam hal ini Sindikasi Pemilu dan Demokrasi (SPD) dan Faunding Fhaters House (FFH), yang selama ini menjalin kemitraan, baik dalam penyusunan UU Pemilu maupun hasil kajian-kajian demokrasi lainnya, paparkan hasil kajian mengenai Hoax dan toleransi bagian dari nncaman Pemilu 2019. 

Paparan kajian tersebut disampaikan dalam acara Kemendagri Media Forum yang diselenggarakan di Kantor Pusat Kemendagri Jl. Medan Merdeka Utara No. 7, Jakarta Pusat, Jumat (1/2). 

Pada kesempatan tersebut Erik Kurniawan, Peneliti Senior Sindikasi Pemilu dan Demokrasi (SPD) memandu langsung acara dengan menghadirkan Dr. Bahtiar, M.Si., Kapuspen Kemendagri, Dian Permata, Peneliti Senior Founding Fathers House (FFH), dan Daniel Zuchron, Peneliti Senior Sindikasi Pemilu dan Demokrasi (SPD) dan juga mantan Komisioner Bawaslu RI periode 2012 – 2017 sebagai narasumber. 

Di awal, Dian Permata, Peneliti Senior Founding Fathers House (FFH) memaparkan hasil survey yang dilakukan terhadap mahasiswa di tiga provinsi, yaitu DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat mengenai Ancaman Pemilu 2019 yang meliputi Pancasila, Hoax dan Toleransi. Salah satu hasil rilisnya menyebut mayoritas responden percaya bahwa ujaran kebencian akan memecah belah masyarakat. Tak hanya itu, responden juga percaya toleransi kian melemah di negeri ini.  

“60 persen mahasiswa merasa ujaran kebencian akan memecah belah bangsa. Bahkan mahasiswa di Banten merasa toleransi kian melemah. Namun berita baiknya, para milenial masih percaya dan meyakini bahwa keutuhan Bangsa Indonesia masih bisa dipertahankan di tengah ancaman isu SARA dan Hoax” ujarnya.  

Disisi lain, Daniel Zuchron, Peneliti Senior Sindikasi Pemilu dan Demokrasi (SPD) menyebutkan politik uang dan isu SARA menjadi ancaman nyata Pemilu. Bahkan di era tsunami Informasi saat ini, negara harus mencerdaskan bangsa agar tidak tersesat dalam belantara digital. Ia pun menyebut, Toleransi bukan lagi soal narasi atau wacana sehingga harus diimplementasikan untuk menjaga keutuhan bangsa. 

Pada kesempatan yang sama, Kapuspen Kemendagri, Bahtiar menyebut bahwa Pancasila adalah abstraksi dari nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat di Negara ini atau saripati inti dari falsafah, nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat, pengalaman, etika dan budaya bangsa Indonesia. Sehingga kita berkomitmen berikrar menjadikan Pancasila sebagai falsafah dan pedoman hidup dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. 

“Pemerintah saat ini telah mengembangkan inovasi dan berbagai metode dalam.memberikan pemahaman mengenai Pancasila sebagai falsafah, ideologi dan pedoman hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.” ucapnya. 

Bahtiar menambahkan, nilai toleransi dan kerukunan juga harus dihidupkan terus di tengah isu SARA, kita harus pastikan agar dinamika demokrasi tidak mengancam “Persatuan Indonesia” (Sila Ketiga Pancasila) 

Oleh karenanya, Bahtiar menyebutkan bahwa tingkat pendidikan politik dan kemampuan masyarakat dalam melakukan penalaran, kemampuan memilih dan memilah informasi sangat dipenting dirawat. Masyarakatlah yg menjadi sumber pertahanan utama dalam menangkal dan mencegah berkembangnya hoax atau berita bohong.

Sebabnya, ia menggaungkan pentingnya membangun budaya literasi, budaya gemar membaca menjadi kian penting digalakkan agar masyarakat terus mengasah dan menambah ilmu pengetahuan, meningkatkan kecerdasan publik dalam menerima dan mengolah berbagai informasi, arif bijaksana dalam merespon berbagai dinamika yang kehidupan masyarakat saat ini. Dan paling penting adalah kita semua harus memiliki kesadaran (Siuman) sebagai warga bangsa sehingga tidak mudah diombang-ombingkan dan tidak mudah hanyut dalam sensasi berita bohong (hoax). Dan Hoax adalah kejahatan dalam demokrasi. (p/ab)